SEJARAH BERDIRINYA YAYASAN PERGURUAN AL – HIKMAH DAN CABANGNYA
DI KALIMANTAN BARAT
Pada awal Juli 1984 K.H Moh Saki Abd Syukur. Selaku pimpinan Perguruan Al Hikmah dan guru besar ilmu Al Hikmah mengundang Ust H Abd Kadir Rahman, Ust H Warlan, Ust Panji Sempena dan Sdr Sumarlianto S.H serta Ust H.M Kamad Lz ntk bermusyawarah bersama di Cisoka(Banten). Dlm musyawarah dirumuskan beberapa pemikiran diantaranya :
1. Misi Da'wah Perguruan Al Hikmah harus dikembangkan terus ke berbagai pelosok tanah air,oleh perawat dan pembina masing-masing.
2. Usaha dan kegiatan para perawat di daerah perlu diorganisir oleh organisasi yg berbadan hukum agar tdk dianggap organisasi liar sebab guru besar akan menginstrusikan seluruh anggota dan perawat. Pembina perguruan Al Hikmah keluar,mengundurkan diri dari yayasan Al Hikmah.
3. Dengan adanya wadah organisasi yg berbadan hukum terbitlah anggaran dasar dan anggaran rumah tangga yg dpt menjalin hubungan baik sesama anggota dan para perawat pembina dlm menjalankan tugas dan kewajiban da'wah sosial keagaman melalui ILMU JAGA DIRI AL HIKMAH.
Bertitik tolak dari memikiran tsb. Maka K.H Moh Saki Abd Syukur dan beberapa org yg ditunjuk sebagai badan pendiri, mendirikan Yayasan Perguruan Al Hikmah pd tgl 1 Juli 1984 di hadapan notaris Mohamad Said Tadjoedin dgn akte notaris No.77 tanggal 8 agustus 1984 dan disyahkan oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dibawah no.103 ditandatangani oleh PANITERA MAHDI SOROINDA NST SH NIP.040028810.
PASAL 3
ANGGARAN DASAR YAYASAN
Yayasa perguruan Al-Hikmah berdasarka Pancasiala dan UUD 45
Maksud dan Tujuan Yayasan :
a.Mensyiarkan Agama Islam,dengan menyebar luaskan ajaran Ahli Sunnah Waljama”ah.
b.Membentuk masyarakat yang berilmu,berbudaya,beramal sholeh,serta bertaqwa kepada Allah S.W.T,Cinta Agama Islam,Nusa Dan Bangsa Indonesia
c.Membantu Pemerintah RI seutuhnya dengan melakukan usaha-usaha sosial,ekonomi,pendidikan dan kebudayaan,dalam Arti yang seluas-luasnya.
SEJARAH BERDIRINYA YAYASAN PERGURUAN AL – HIKMAH CABANG WILAYAH
KALIMANTAN BARAT:
Pada Tanggal 04 September 1992 , BapakHaji Bastaman,B.Sc mendapat Amanah dari Al-MUKARROM
KH.ABDUL KADIR RAHMAN Selaku Guru dan Ketua UMUM YAYASAN PERGURUAN ALHIKMAH PUSAT DI JAKARTA ,mengangkat dan sekaligus menunjuk Bapak H.Bastaman,B.Sc menjadi PERAWAT dan Ketua Organisasi Yayasan Perguruan Al-Hikmah Wilayah Kalimantan Barat dengan SK No.09.YPAPR.KLB.IX.1992 Yang saat pengesahan itu dihadiri oleh Guru Beliau Ust.Urip Masito,Badan Pendiri,Pengurus dan Penasehat Yayasan Perguruan Al-Hikmah serta Ikhwan Al-Hikmah Kalimanatan Barat.
Didalam mengembangkan ilmu hikmah dan menyiarkan Dakwah Islamiyah untuk menegakkan syariat Agama Islam sesuai dengan Anggaran Dasar Organisasi
Pasal 3 :
Didalam menyebarkan luaskan da’wah bilhal ini,dibentuk organisasi cabang yang berada dikota/Kabupaten/Kecamatan sebagai perpanjangan tangan perawat untuk para Ikhwan yang ada dimasing-masing daerahnya yang pada saat ini sudah mempunyai 13 cabang yaitu:
1.KABUPATEN SINTANG
KETUA SYAIKH ANWAR SADAD HP.0821 5605 4463
KETUA SYAIKH ANWAR SADAD HP.0821 5605 4463
2.KABUPATEN SEKADAU
3.BALAI KARANGAN
4.BEDUWAI
5.MANDOR
6.KABUPATEN NGABANG
7.ANJUNGAN
8.SUNGAI PINYUH
9.KOTA MADYA PONTIANAK
10.MEMPAWAH
11.KUBU RAYA
13.SINGKAWANG
SEKRETARIAT:
Yayasan Perguruan Alhikmah Wilayah Kalimantan Barat dibawah
asuahan Perawat :Ust.H.Bastaman bin H.abdul Muis(HP.08125732104) dengan SK.No.09.YPAPR.KLB.IX.1992 yang beralamat di :
1.Jln.Tanjung Raya II Komlek Bali Lestari Blok J No.1 Pontianak
2.Jln Gusti Abdul Hamid No.59 Mempawah
Susunan Pengurus Yayasan Perguruan Al-Hikmah Jakarta Pusat
Dewan Kehormatan : Let. Jend. (Purn) Ir. H. Azwar Anas
Dewan Penasihat : KH. Syukron Makmun, BA.
Ketua Umum : Brig. Jend. (Purn) H. Nurhadi P, M.Sc.
Wakil Ketua Umum : DR. Sechan Shahab, SH.
Ketua Pendidikan Dakwah : H. Iskandar Dz. Occ
Ketua Bid. Keuangan : Dra. Sri Sulartini
Ketua Bid. Pemuda/Peragaan : Doni Romdoni
Sekretaris Umum : Drs. Bachtiar Effendi
Bendahara Umum : DR. Dr.H. Tamzil A. Salim, MM.
KANTOR YAYASAN PERGURUAN AL-HIKMAH
Jl. Meruya Selatan No.113 (Depan Kampus Universitas Mercubuana) Meruya, Jakarta Barat, Indonesia
Informasi Lebih Lanjut Hubungi :
1. H. Iskandar Dz. Occ (08128629947)
2. Drs. Bachtiar Effendi (08129141500)

SEKRETARIAT:
Yayasan Perguruan Alhikmah Wilayah Kalimantan Barat dibawah
asuahan Perawat :Ust.H.Bastaman bin H.abdul Muis(HP.08125732104) dengan SK.No.09.YPAPR.KLB.IX.1992 yang beralamat di :
1.Jln.Tanjung Raya II Komlek Bali Lestari Blok J No.1 Pontianak
2.Jln Gusti Abdul Hamid No.59 Mempawah
Susunan Pengurus Yayasan Perguruan Al-Hikmah Jakarta Pusat
Dewan Kehormatan : Let. Jend. (Purn) Ir. H. Azwar Anas
Dewan Penasihat : KH. Syukron Makmun, BA.
Ketua Umum : Brig. Jend. (Purn) H. Nurhadi P, M.Sc.
Wakil Ketua Umum : DR. Sechan Shahab, SH.
Ketua Pendidikan Dakwah : H. Iskandar Dz. Occ
Ketua Bid. Keuangan : Dra. Sri Sulartini
Ketua Bid. Pemuda/Peragaan : Doni Romdoni
Sekretaris Umum : Drs. Bachtiar Effendi
Bendahara Umum : DR. Dr.H. Tamzil A. Salim, MM.
KANTOR YAYASAN PERGURUAN AL-HIKMAH
Jl. Meruya Selatan No.113 (Depan Kampus Universitas Mercubuana) Meruya, Jakarta Barat, Indonesia
Informasi Lebih Lanjut Hubungi :
1. H. Iskandar Dz. Occ (08128629947)
2. Drs. Bachtiar Effendi (08129141500)
ALHIKMAH sebenarnya sangat dekat dgn tasawuf. Hal itu bisa dilihat dari sejarah asal-usul AL-HIKMAH
bahwa H. Oddo adalh orang yg pertama kali menyalurkan ilmu hikmah kepada Abah Toha dan H Amilin yg kemudian di pertemukan pada Abah Syaki. H.Oddo tentunya hny meneruskan garis keilmuannya dari ayahnya yakni syech abdul karim al-Bantany seorang ulama besar yg mewariskan thoriqoh qodiriyah dari syech akhmad khotib sambas.
syech abdul karim al-Bantany seorang ulama besar yg mewariskan thoriqoh qodiriyah naqsyabandiyyah dari syech akhmad khotib sambas Bin Abdul GHOFFAR (Lahir 1802M/1217H di sambas-kalbar bermukim dan tinggal dimekkah sebagai pendiri thoriqot naqsyabandiyyah qodariyah) Kepada H.ODDO.
Sekitar tahun 1934, K.H.Mohamad Toha bin Sieng yang lahir pada 15 Agustus
1889
dan wafat 8 Desember 1957 adalah seorang pendekar yang disegani dan
juga opsir Belanda desersi di Betawi, berniat mencari ilmu Hikmah.
Konon pada saat itu beliau mendapat petunjuk dari seorang kakek agar
pergi ke pesantren milik Bapak H. Oddo bin Syekh ABdul Karim Banten
(lahir,1830 wafat 1939-an Tokoh thoriqot qodariyah yang tekenal pada
abad 19 dan imam masjid di mkkah )di Karawang
Selama
ekurang lebih 2 tahun 10 bulan beliau tinggal di pesantren Bapak H.
Oddo, hingga suatu ketika beliau dan 6 putra Bapak H. Oddo diizinkan
untuk mengambil manuskrip/kitab (berbentuk gulungan rokok kaung) yang
ada di langit-langit masjid pada malam Jumat (waktu itu tepat Nisfu
Sya’ban dan menjelang Ramadhan). Ketika gulungan itu dibuka ternyata
bertuliskan huruf arab gundul yang artinya: ilmu
keberkahan/selamat“Intisari dari ilmu selamat dunia dan akhirat” dan
“Ilmu yang
bekerja
jika dizalimi orang lain”. Bapak H. Oddo lalu memberikan wejangan dan
amalan (dzikir) kepada Bapak K.H.Muhamad Toha bin Sieng.Setelah sekian
lama berada di lingkungan pesantren milik Bapak H. Oddo, sekitar tahun
1937 Bapak Mohamad Toha pulang ke Betawi (daerah Tebet). Adiknya yang
juga seorang jawara penasaran dengan
ilmu yang didapat Bapak Mohamad Toha dari pesantren.
Dengan
rasa penasaran yang mendalam diseranglah Bapak Mohamad Toha yang
kala itu diam tak bergerak, tetapi tanpa diduga adiknya terjengkang jauh
ke belakang.
Setelah
kejadian itu Bapak Mohamad Toha menyadari manfaat salah satu ilmu yang
di dapat dari pesantren milik Bapak H. Oddo .Hari-hari berikutnya Bapak
Mohamad Toha mengajarkan dan mengembangkannya kepada murid-muridnya termasuk kepada salah satu murid generasi ketiganya, H. Iri
Bapak
Mohamad Toha bin Sieng sendiri mengajarkan secara mendalam kepada tiga
murid kesayangannya dan salah satunya adalah KH.M.SYAKI
ABDUSSYUKUR(BELAJAR TH 1939) Nah, oleh Abah Syaki inilahIlmu Hikmah
terus dikembangkan dan diajarkan kepada para muridnya hingga sampai
kepada Bapak H.BASTAMAN.B,Sc sebabagai PERAWAT KALIMANTAN BARAT . dan
saat ini alhikmah sudah tersebar didunia ,mekkah,singapure,malaysia,thailand dll SEJARAH K.H.AMILIN BIN H.MANSYUR
KH.AMILIN atau yang bergelar Abdul Jabbar dilahir SEKITAR 1800 di
Garut dan wafat tanggal 22 September1962 dimakamkan DAYEUH KOLOT
BANDUNG.Shohibul hikayat Haji AMILIN atau para penghayat Abdul Jabbar
atau para murid beliau di bandung dan Garut sering memanggil dia dengan
sebutan penghormatan MAMAK amilin,beliau juga sempat berguru kepada HAJI
ODDO bin SYAIKH ABDUL KARIM al-bantani Yang memiliki pesantren berada
di daerah Karawang(Rengas Dengklok),syech
abdul karim al-Bantany seorang ulama besar yg mewariskan thoriqoh
qodiriyah naqsyabandiyyah dari syech akhmad khotib sambas Bin Abdul
GHOFFAR (Lahir di sambas-kalbar bermukim dan tinggal dimekkah sebagai
pendiri thoriqot naqsyabandiyyah qodariyah) Kepada H.ODDO.
KH.AMILIN juga sempat berguru dan bermukim
di Mekkah Al-Mukarromah .Salah satu gurunya di mekkah adalah “Syaikh
Fathoni,”yang menurut riwayat adalah yang memberi beliau gelar “Abdul
Jabbar’ yang berarti hamba allah yang gagah perkasa.
Abdul
Jabbar adalah diri kita yang artinya sebagai manusia adalah abdi allah
yang gagah perkasa (Abdul Jabbar) sebagai khalifah di mukabumi. Jadi
Asmak Abdul Jabbar adalah penginisasian diri atau mengembalikan manusia
ke arah seharus nya sebagai pemegang kendali alam semesta dan sebagai
pengemban tugas dari sang maha pencipta.
Pada
zaman penjajahan Mamak Haji Amilin bersama degan murid-murid nya
memakai tanda gelang berwarna merah di pergelangan tangan,sehingga
mereka lebih di kenal dengan sebutan “Pasukan Gelang Merah”.
Dalam
menghadapi Belanda, Pasukan Gelang Merah tidak menggunakan senjata
alias hanya menggunakan tangan kosong. Walawpun murid-murid beliau
banyak berguguran menghadapi belanda yang bersenjata lengkap,tapi
murid-murid beliau tetap berhasil memenangkan perang melawan Belanda.
Karena hanya menggunakan tangan kosong mengahdapi belanda,tangan mereka
banyak berlumuran darah sehingga mereka juga di kenal dengan sebutan “Si
Tangan Merah”.
Selama menjalani dan membina sebagai guru Asma Abdul Jabbar,di daerah
Garut, Jakarta,dan Bandung atau lebih tepatnya di daerah Dayeuh Kolot
Bandung. H. Amilin di kalangan murid-murid nya sering di panggil dengan
sebutan Mamak Haji Amilin atau ada juga yang memanggil beliau dengan
sebutan Mamak Pagreksa Haji Amilin, sedanhkan murid-muridnya di panggil
dengan sebutan Pala Putra Mamak,”Pala” adalah sebutan jamka atau lebih
dari satu putra Mamak Haji Amilin.
H.
Amilin semasa hidupnya dulu banyak meluruskan orang-orang yang mencari
atau mengunggulkan kedigdayaan. Banyak yang di lucuti baik isim-isim,
jimat, bahkan niat nya orang-orang itu di luruskkan zikirnya hanya
karena Allah semata.
Di
ingat kan untuk meningkatkan ke ikhlasan dan di beri wasiat agar
tekad,ucap,jeung lampah(niat,perkataan,dan tindakan) selaras dengan
perintah allah swt di beritahukan makna basmalah,dua kalimah
sahadat,innalillahi...,haokollah... supaya lurus.
Beliau
juga berwasiat,jangan mengurusi khodam apalagi mitos. Wasiat yang
terpenting adalah untuk selalu menjaga tauhid. Bahkan dalam zikir asma
di katakan , barang siapa niat nya berzikir asma abdul jabbar,bukan
karena allah dan termasuk di jadikan sulap,maka akan mengalami
kecelakaan di dunia dan akhirat.
“untuk memukul ? (memukul siapa)
“untuk menjaga ? (dari apa)
Yang menjaga itu allah atau hijib ?..
Tengok ini untuk itu,itu untuk ini..
Dalam
mengamalkan “(kalimah asma abdul jabbar)” ini,semata-mata hanya untuk
berbakti diri kepada allah dan tidak untuk kepentingan
dunia,kesaktian,kekayaan,da lain-lain.
Lihatlah
nabi besar Muhammad SAW yang tidak ada satupun manusai yang lebih
ma’rifat kepada allah selain beliau,kalau lah memang beliau kebal atau
sakti, mengapa saat perang uhud beliau terluka dan jika kaum Quraisy
menghina untuk mengeluarkan mu’jizat atau pun hal aneh lainnya, beliau
hanya menjawab :
“AKU HANYA UTUSAN ALLAH SWT YANG DI UTUS KEPADAMU,YANG DI KATAKAN KEPADAKU BAHWA TIADA TUHAN SELAIN ALLAH”.
Sedangkan
mu’jizat/karomah yang di alami baik oleh nabi besar muhammad SAW atau
Mamak Haji Amilin yang sering di ceritakan para sepuh adalah benar tapi
itu semata-mata adalah kehendak dan rahmat allah SWT bukan kehendak atau
kemauan beliau. Allah berfirman dalam al-qur’an : “saat kamu melempar,
maka bukan kamu yang melempar’tapi allah lah yang melempar”.
Da
lihatlah iblis yng mampu terbang dan berpindah dari ujung barat ke
ujung timur hanya dengan sekejap mata ! namun tetap saja dia terlaknat
di hadapan allah swt.
MAKNA ASMAK ABDUL JABBAR/PERMOHONAN
TA’AWUDZ : A’UDZUBILLAHI MINASYAITHOIRRODZHIIM
Aku
berlindung kepada allah dari godaan syaithan yang terkutuk,makna nya :
dalam mengarungi hidup yang berat ini setan senantiasa menggoda manusia
dengan laknatnya oleh karena itu,kita harus berlindung kepada allah agar
terhindar dari laknat tersebut dengan cara mendekatkan diri kepada
hukum-hukum allah
BASMALAH : BISMILLAHIRROHMANIRROHIIM
Selain
kita berlindung kepada hukum-hukum allah,maka kita mejalankan segala
sesuatu dengan mengatas namakan allah. Artinya kita bertindak di muka
bumi ini mewakili allah (khalifah di muka bumi ini) oleh karena itu
segal tindak tanduk kita harus sesuai dengan yang di inginkan oleh allah
yang tercantum dalam al-qur’an.
SYAHADAT : ASYHADUALLA ILAHAILALLAH WA ASHADUANNAMUHAMADARRASULULLAH
Hukum dengan sifat-sifat allah yang kita pakai dan nabi Muhammad sebagai pelaku yang kita pakai untuk mejalani kehidupan.
INNALILLAHI WA INNA ILAIHI RAJIUUN
Dalam
hal ini semua yang di langit dan di bumi akan kembali kepadanya, maka
kita jangan lah menyombongkan diri,segala sesuatu dengan kalimat insya
allah.
Jadi
jelas amalan di atas tanggung jawab yang berat bagi yang
membacanya,bila mana mengingkari atau mengkhianati sansinya akan sangat
berat. Semua nya karena sahadat diri, setiap abdul jabbar akan membawa
shadatnya masing-masing kelak di hari akhir dan setiap abdul jabbar
akan bertanggung jawab atas diri sendiri di hadapan shadatnya. Siapapun
orang yang memvonis sesuatu karena sebab wirid nya asma abdul jabbar
hanyalah semata-mata keridhoan allah terhadap hambanya yang senantiasa
mengingatnya dalam keikhlasan,
“CUKUPLAH ALLAH YANG MENJADI PELINDUNG DAN HANYA KEPADA
ALLAH LAH KITA MEMOHON PERLINDUNGAN, dalam pengmalannya yang di
ajarkan Mamak haji Amilin, asma abdul jabbar tidak memakai istilah guru
atau murid, karena kita sama di mata allah,sama manusia nya.
APAKAH KITA SUDAH BENAR MENJADI MANUSIA ATAU SUDAHKAH MENJADI MANUSIA YANG BENAR?
Saksikan
niat,ucap,dan perbuatan kita,apakah sudah betul sesuai dengan al-qur’an
dan hadits. Salah satu wasiat mamak haji Amilin yang tercantum dlm
kitab wasiat Asma Mamak Haji Amilin dalam bahasa Sunda dan di
terjemahkan : ketika anda hendak mencari ilmu,harus di perhatikan
bagaimana perilaku gurunya,bagaimana pelaksanaan ilmunya atau rnedah
hati nya serta kasih sayang nya kepada murid. Dengan menurunkan
ilmu,sebab mencari ilmu itu wajib dengan pelaksanannya. Mencari ilmu itu
wajib bagi laki-laki dan perempuan,oleh karena itu perhatikan lah
perilaku gurunya,karena ilmu yang paling utama itu adalah ilmu tingkah
laku (akhlak) dan amal yang paling utama adalah memelihara tingkah laku.
Pepatah para sepuh= tetaplah seperti ilmu padi semakin berisi semakin merunduk,takut karena apa,berani punya apa.
Dalam
masa penyebaran ajaran Asma Abdul Jabbar, Mamak Haji Amilin telah
memberikan contoh teladan dari ajara asma yang baik. Hingga menurut
kisah pala putra da keluarga beliau yang hadir pada saat Mama Haji
Amilin mendekati ajal,Mamak Haji Amilin masih berpesan :Ulah
musyrik....Ulah musyrik......Ulah Musyrik.....(jangan musryik 3x), lalu
beliau pun meninggal.
Karena
ajaran Asma Abdul Jabbar pernah di katakan sebagai aliran sesat oleh
beberapa ulama,tuduhan sesat ini muncul dari masalah ke amanan,akidah
dan persaingan perguruan.
Perdebatan
yang serius terutama dalam pengistilahan : ABDUL JABBAR : dalam kalimah
yang beliau sampaikan karena “Abdul itu di identikkan dengan makhluk
bukan kholik,di khawatirkan dengan adanya penyimpangan akidah,namun
alhamdulillah akhirnya setelah mencerna sesuai pemahaman
HAKEKAT,terutama dari asbabun nuzulnya masalah tersebut selesai. Mereka
menyimpulkan bahwa ajaran kalimah asma abdul jabbar mengandung
penghayatan hakekat yang memang dalam.
.
Setelah salah satu penerus beliau menjelaskan kepada menteri agama
akhirnya dapat di terima dan akhirnya nama ajaran sesat itu di
cabut,namun akhirnya asma terpececah, yang di Jakarta di sebut asma
intelek oleh yang di bandung karena ilmu di pergunakan ke kalangan luas
dan membantu yang lemah secara massal,akhirnya banyak yang mengakui
termasuk bapak Ali Sadikin almarhum yang pada waktu itu enjabat sebagai
gubernur DKI
HAKIKAT DAN NITSBAT ISMU ABDUL JABBAR
Nitsbat Ismu Abdul Jabbar ialah
kepada tiga hamba allah : yaitu Malaikat Jibril Allaihissholatu
Wassallam,Nabi Musa Allaihissholatu Wassallam, dan abi Besar Muhammad
Rasulullahu Shalallahu alaihi wassallam (dalam kitab Syamsul Ma’arif Al
Kubro )
Mungkin itulah filosofi ajaran
Abdul Jabbar dari Mamak haji Amilin yang dalam pengalamannya di fokus
pada “pengencangan otot ke dua lengan” di sertai dengan dzikir
asmak-Nya.
Simbol lengan adalah filosofi
kekuasaan dan power untuk merubah ke adaan, pada jibril Allaihissholatu
Wassallam= lengan di simbolkan sayapnya yang jika di kembangkan sangat
lebar dan panjang sekali dari ujung timur sampai ke ujung barat.
Pada Nabi Musa Allaihissholatu Wassallam = lengannya yang bercahaya
Pada Rasulullahu Shalallahu alaihi wassallam = di simbolkan sebagai “rahmatan lil alamin”
Hakikat Ismu Abdul Jabbar : dalam menggali khazanah ke ilmuan ismu Abdul jabbar adalah:
TA’AWWUDZ:
Pangreksa Allah adalah ismu yang mejadikan mengawali segala sesuatu
yang yang dhohir :ALLAHU ISMUNLIDZTI WAJIBIL WUJUD,”Kalimat diatas
merupakan kalimah peraksian terhadap asma yang merupakan kalimah cahaya
awal kejadian.
BASMALAH:
Dengan menyebut A sma Allah Arrohman dan Arrohim disini tersirat
sebuah pemahaman “ASMA DZAT”.LAITSA KAMITSLIHI SYAI-UN Yakni ARRAHMAN
dan ARRAHIM .Arrahman adalah ismuz Zat ismuz zat yang mengantarkan
kepada Nikmat dunia.Arrahim
Adalah ismuzzat yang mengantarkan kita kepada nikmat di akhirat.
Tetapi ini bukan berarti pengkotakan terhadap nikmat
Allah.Karena ini adalah Ismu yang begitu lafazd ALLAH adalah ismu yakni
ismu DZAT LIDZATI WAJIBILWUJUD Sama juga dengan dzat >
Laitsya kamitslihi syai-un ............
KONSEPSI ABDUL JABBAR
Merupakan perwujudan dari tiga Pengreksa Allah yakni:
1.Jiwa
2.Ruh
3.Raga
Dalam bahasa lain disebut :
1.Nur
2.Kamilah
3.Baliah
Dalam bahasa lain disebut:
1.Tekat
2.Ucap
3.Lampah
SYAHADAT:
Maka dengan ketiga perkara diatas aku bersaksi bahwa,”LAA ILHA
ILLALLOH MUHAMMADDARRASULULLAH,”Ini berarti meniadakan
ILLAH(TUHAN/HIJAB)Yang ada pada ketiga perkara diatas kecuali hanya
kepada Allah..........................”dan bahwa Muhamad SAW Adalah
Utusan Allah.”Disinilah kita menyadari bahwa segala sesuatu merupakan
Pengreksa atau karena izin Allah dan keridhoan Allah, KONSEPSI inilah
muncul kalimah Ke 4 yakni:
INNA LILLAHI WA INNA ILAIHI ROOJI-UUN:Bahwa segala sesuatu berasal
dari Allah dan akan kembalipun kepada ALLAH....................
Dengan berdasarkan empat kunci ini,maka insya Allah IKHWAN
al-hikmah DIHARAPKAN menjadi seORANG MANUSIA menjadi ABDUL JABBAR yang
merupakan KHOLIFAH yang memiliki pangkat “MUHAMMAD SAW”Sebagai “wamaa
arsalnaaka rahmatan lil alamin.”
Ini yang menjadi cita-cita kita semua sebagai hamba Allah sehingga
kita menjadi hamba yang selamat dan menyelamat sesama Makhluk ALLAH.
1.Biografi Syaikh Ahmad Khatib Sambas
Nama Lengkapnya adalah Ahmad Khatib Sambas bin Abd
al-Ghaiffar al¬Sambasi al-kalimantani . la di lahirkan di kampung
Dagang atau Kampung Asam, Sambas, Kalimantan Barat (Borneo) pada 1217 H/1802 M.
Setelah mendapatkan pendidikan agama di kampung halamannya, ia tinggal di
Mekkah pada usia 19 untuk memperdalam ilmu agama clan menetap di sana selama
quartal kedua abad 21. Ia menetap di Mekkah hingga akhir hayatnya pada tahun
1289 H/1872 M. Di sana ia belajar sejumlah ilmu pengetahuan agama, termasuk
sufisme. Dan ia pun herhasil mendapatkan kedudukan terhormat di antara
teman-teman sezamannya hingga akhirnya ajarannya berpengaruh kuat hingga sampai
ke Indonesia.
Diantara guru-gurunya antara
lain ; Syaikh Daud ibn Abdullah ibn Idris al¬Fatani (w. 1843), seorang ulama
besar yang menetap di Mekkah, Syeikh Samsuddin, syeikh Muhammad Arsyad
al-Banjari (w. 1812). Bahkan ada sumber yang menyatakan bahwa beliau juga murid
dari Syeikh Abd Samad al-Palembangi (w. 1800). Seluruh murid-murid Syeikh
Syamsuddin memberikan penghargaan yang tinggi atas Kompetensinya serta
menobatkannya sebagai Syeikh Mursyid Kamil Mukammil.
Selain yang disebutkan di
atas, terdapat juga sejumlah nama yang juga menjadi guru-guru Khatib Sambas,
seperti Syaikh Muhammad Salih Rays, seorang mufti bermadzhab Syafi’i, Syeikh
Umar bin Abd al-Rasul al-Attar, juga mufti bermadzhab Syafi’I (w. 1249 H/833/4
M), dan Syeikh ‘Abd al-Hafiz ‘Ajami (w. 1235 H/1819/20 M). ia juga menghadiri
pelajaran yang diberikan oleh Syeikh Bisri al-Jabarti, Sayyid Ahmad Marzuki,
seorang mufti bermadzhab Maliki, Abd Allah (Ibnu Muhammad) al-Mirghani (w 1273
H/1856/7 M), seorang mufti bermadzhab Hanafi serta Usman ibn Hasan al-Dimyati
(w 1849 M).
Dari informasi ini dapat
dikctahui bahwa Syeikh Khatib Sambas telah mendalami kajian Fiqh yang
dipelajarinya dari guru-guru yang representatif dari tiga madzhab besar Fiqh.
Sementara, al-Attar, al-Ajami dan al-Rays juga tiga ulama yang terdaftar
sebagai guru-guru sezaman Khatib Sambas, Muhammad ibnu Sanusi (w. 1859 M),
pendiri tarekat Sanusiyah. Baik Muhammad Usaman al-Mirghani (pendiri tarekat
Khatmiyah yang sekaligus saudara Syeikh ‘Abd Allah al-Mirghani) maupun Ahmad
Khatib Sambas, keduanya juga anggota dari sejumlah tarekat yang kemudian
ajaran-ajaran taraket tersebut digabungkan mcnjadi tarekat tersendiri. Dalam
kasus tarekat Khatmiyah, tarekat ini penggabungan dari tarekat Naqsabandiyya,
Qadiriyya, Chistiyah, Kubrawiyah dan Suhrawardiyah. Sementara dalam catatan
pinggir kitab Fath al-’Ariin dinyatakan bahwa sejumlah unsur tarekat penulis
kitab tersebut adalah Naqsabandiyya, Qadiriyya, al-Anfas, al-Junaid, Tarekat
al-Muwafaqa serta, sebagaimana yang disebutkan sejumlah sumber, tarekat Samman
juga menggabungkan seluruh aliran tarekat di atas.
Kelenturan ajaran Qadiriyya
bisa disebut sebagai faktor yang memotivasi Syeikh Sambas untuk mendirikan
taerkat Qadiriyya wa Naqsabandiyya. Tentu saja, dalam tradisi sufi memodifikasi
ajaran tarekat bukanlah hal yang tidak biasa dilakukan. Misalnya, terdapat 29
aliran tarekat yang merupakan cabang dari tarekat Qadiriyya. Sebenarnya bisa
saja Syeikh Khatib Sumbas menamakan tarekat yang didirikannya dengan Tarekat
al-Sambasiyah atau al-Khaitibiyah sebagaimana kebanyakan aliran tokoh tainnya
yang biasanya menamakan tarekat dengan nama pendirinya, namun Khatib Sambas
justru mcmilih menamakan tarekatnya dengan Qadiriyya wa Naqsabandiyya. Disini
ia lebih menekankan aspek dua aliran arekat yang dipadukannya dan lebih jauh
menunjukkan bahwa tarekat yang didirikannya benar-benar asli (original).
Sementara itu, kebanyakan
murid-murid Ahmad Khatib Sambas berasal dari tanah Jawa dan Madura dan
merekalah yang meneruskan larekat Qadiriyya wa Naqsabandiyya ketika pulang ke
Indonesia. Diantara murid-muridnya tersebut adalah ‘Abd al-Karim (Banten), Kyai
Ahmad Hasbullah ibn Muhammad (Madura), Muhammad Isma’il ibn Abdurrahim (Bali),
‘Abd al-Lathif bin ‘Abd al-Qadir al¬Sarawaki (Serawak), Syeikh Yasin (Kedah),
Syeikh Nuruddin (Filipina), Syeikh Nur al-Din (Sambas), Syeikh ‘Abd Allah
Mubarak bin Nur Muhamcnad (Tasikmalaya). Dari murid-muridnya inilah kelak
ajaran tarekat Qadiriyya wa Naqsabandiyya sampai dan menyebar luas ke pelosok
Nusantara.
AJARAN SYYAIKH
AHMAD KHATIB SAMBAS
Menurut Naguib al-Attas, Syeikh Sambas merupakan seorang
Syeikh dari dua tarekat yang berbeda, tarekat Qadiriyva dan Naqsabandiyya.
Karena ia sebenarnya tidak mengajarkan kedua Tarekat ini secara terpisah akan
tetapi mengkombinasikan kedua ajaran tarekat tersebut sehingga dikenali sebagai
aliran tarekat baru yang berrbeda baik dengan Qadiriyya maupun Naqsabandiyya.
Dalam prosedur dzikir, Syeikh Sambas mengenalkan Dzikir negasi dan afirmasi
(Dzikr al-Nafy wa al-Ithbat) sebagaimana yang dipraktekkan dalam tarekat
Qadiriyya. Selain itu, ia juga rnelakukan sedikit perubahan dari praktek
Qadiriyya pada umumnya yang diadopsinya dari konsep Naqsabandiyya tentang lima
Lathaif. Sedangkan pengaruh lain dari Naqsabandiyya dapat dilihat dalam praktek
visualisasi rabitha, baik sebelum rnaupun sesudah dzikir dilaksanakan. Selain
itu, jika Dzikir dalam tarekat Naqsabandiyya biasanya dipraktekkan secara samar
dan dalam Qadiriyya diucapkan dengan suara yang keras maka Syeikh Khatib Sambas
mengajarkan kedua cara drikir ini. Demikianlah Khatib Sambas menggabungkan dua
tarekat yang berbeda sehingga Akhirnya Qadiriyya dan Naqsabandiyya pun
mengambil tehnik spiritual utama dari dua aliran tarekat, Qadariyah dan
Naqsabandiyya.
Untuk melihat lebih jauh
ajaran Ahmad Khatib Sambas maka berikut akan dikemukakan sejumlah tema-tema
penting yang terdapat di dalam kitab Fath al¬Arifin, sebuah kitab yang diyakini
ditulis oleh Syeikh Sambas sendiri. Kitab ini sangat besar pengaruhnya di
kawasan dunia Melayu dan sekaligus menjadi pedoman bagi pengikut tarekat
Qadiriyya wa Naqsabandiyya di pelosok Nusantara. Adapun sejumlah tema yang
diangkat oleh Syeikh Sambas dalam kitab ini antara lain ;
Prosedur
Pembai’atan
Dalam prosesi pembai’atan seorang yang akan memasuki
tarekat Qadariyah wa Naysabandiyya, seorang Syeikh harus membaca bacaan yang
khusus bagi pengikut tarekat Qadariyya wa Naqsabandiyya. Dan diteruskan dengan
membaca surah al-Fatihah yang dihadiahkan kepada Rasulullah SAW,
sahabat-sahabatnya, seluruh Silsilah tarekat Qudiniyyu Qadiriyya wa
Naqsabandiyya, khususnya kepada Sultan Auliya’ Syeikh Abd al-Qadir a’-Jailani
dan Sayyid Tha’ifa al-Sufiyya, Syeikh Junayd al-Baghdadi. Selanjutnya Syeikh
berdo’a untuk murid tersebut dengan harapan semoga sang murid mendapatkan
kemudahan.
Sepuluh Latha’if
(sesuatu yang Halus)
Setelah menjelaskan prosedur dan tata cara pembai’atan
terhadap seseorang yang ingin memasuki Tarekat Qadiriyya wa Naqsabandiyya,
Syeikh Sambas kemudian menjelaskan bahwa manusia terdiri dari sepuluh Latha’if.
Lima Lalha’it yang pertama disebut sebagai alam al-amr (alam perintah). Kelima
Latu’if tersebut antara lain; Lathifa al-Qalbi (halus hati), Lathifa al-Ruh
(halus ruh), Lathifa al-Sirr (halus rahasia), Lathifa al-Khafi (halus rahasia)
dan Lathifa ul-Akhfa (halus yang paling tersembunyi). Sementara lima Latha’if
seterusnya disebut sebagai ‘alum al-khalq (alam ciptaan) yang meliputi; Lathifa
al-Nafs dan al-’anaasir al-arba’a (unsur yang empat) yakni air, udara, api dan
tanah. Selanjutnya Syeikh Sambas menentukan bahwa Lathifa al-Nafs bertempat di
dalam dahi dan tempurung kepala.
Tata Cara Beramal
Setetelah menjelaskan sepuluh Latha’if, Syeikh Sambas
melanjutkan dengan petunjuk tata cara beramal (baca: berzikir) sebagaimana
berikut ;
أستغفرالله
الغفور الرحيم. اللهم صـل على سيـدنا محمد و صحبه و
سلم. لا إله إلا
الله
Cara membaca kalimat la ilaaha illa Allah dimulai dari
menarik nafas panjang sambil membaca “لا”
dari pusat ke otak. Lalu membaca “إلـه”
ke arah kanan kemudian dilanjutkan dengan kalimat إلا الله
ke dalam hati seraya mengingat maknanya.
Kemudian membaca لا
مقصود إلا الله sambil membayangkan
wajah Syeikh di hadapannya jika Syeikhnya jauh dari pandangannya akan tetapi
jika dekat maka tinggal menanti limpahan saja. Inilah yang disebut dengan
dzikir Nafy wa Ithbat yang dapat dilakukan baik dengan nyaring (zhihar) atau di
dalam hati (sirr).
Setelah selesai berzikir diteruskan dengan membaca
solawat Munjiyat sebagaimana berikut :
اللهم
صـل على سيـدنا محمد صلاة تنجينا بها من حميع الأهوال
و الأفات (الخ)
Kemudian diteruskan dengan membaca surah al-Fatihah yang
dihadiahkan kepada Rasulullah SAW, sahabat-sahabatnya, seluruh Silsilah tarekat
Qadiriyya wa Naqsabandiyya, khususnya kepada Sultan Auliya’ Syeikh Abd al-Qadir
al-Jailani dan Sayyid Tha’ifa al-Sufiyya, Syeikh Junayd al-Baghdadi sebagaimana
halnya ketika melakukan pembai’atan.
Muraqabah
Muraqabah
al-Ahadiyah
Murayabah
al-Ma’iyah
Muruqabuh
al-Aqrabiyah
Muraqabah
al-Muhabbati fi Da’irat Ulu;
Muraqabah
al-Muhabbati fi Da’irat Tsaniyah
Muruqabah
al-Mahabbut fi Qawsi
Muraqabah
wilayat al-’Uly
Muruqabah
Kamalut Nubuwwah
Muraqabah
Kamalat Risalah
Muraqaboh
Kamalat Uli al-’Azm.
Muraqabah
al-Mahabbat Da’irat Khullu
Muruqabah
Da’iru, Mahabbat Syarfat Hiya Haqiqat Sayyidina Musa
Muraqabah
al-Zatiyah al-Mumtazijah bi Mahabbat wa Hiya Haqiqat Muhammadiya
Muraqabah
Mahbubiyat as-Syarfat wa Hiya Haqiqat Ahmadiyyah
Muraqabah Hubb
al-Syirf
Muraqabah La
Ta’ayyun
Muraqabah
Haqiqat al-Ka’bah
Muraqabah
Haqiqat al-Qur’an
Muraqabah
Haqiqat al-Sholat
Muraqabah
Dairat Ma’budiyah al-Syirfa
PENYEBARAN TAREKAT
QADIRIYYA WA NAQSABANDIYYA
Sepulang dari kota suci Mekkah, murid-murid Syeikh Sambas
yang sebelumnya telah dibai’at oleh Syeikh Sambas kemudian menyebarkan Tarekat
Qadariyya wa Naqsabandiyya ke daerah mereka masing-masing. Dari murid-muridnya
inilah kemudian Tarekat Qadariyya wa Naqsabandiyya akhirnya tersebar luas di
sejumlah daerah di Nusantara.
Diantara muridnya yang
memiliki pengaruh adalah ‘Abd al¬ Karim al-Banten. Ia lahir pada tahun 1840 di
Lempuyang, satu daerah yang terletak di Tanara Jawa Barat. Ia berangkat ke
Mekkah di usianya yang sangat Muda untuk menimba ilmu di sana. Setelah beberapa
tahun berdomisili di kediaman Syeikh Sambas, ‘Abd al-karim Banten menerima
ijaza sebagai anggota penuh tarekat Qadiriyya wa Naqsabandiya dan di usianya
yang masih muda belia ini ia lelah mendalami ajaran Syaeikh Sambas. Tugas
pertama yang diembannya adalah menjadi guru tarekat di Singapura. Pada Tahun
1872 ia pulang ke Lempuyang selama tiga tahun kemudian pada tahun 1876 kembali
ke Mek’kah untuk mengemban tugas sebagai pengganti Syeikh Sambas. Sebagai
tambahan, lima cabang tarekat Qadariyya wa Naqsabandiyya yang ada di pulau Jawa
menisbatkan Silsila mereka kepada dirinya.
Wejangan ‘Abd al-Karim
memiliki pengaruh yang kuat dalam masyarakat Banten. Ia memandang dibutuhkan
pemurnian terhadap kepercayaan dan praktek beragama dengan mengedepankan zikir
sebagai fokus revitalisasi iman. Di sejumlah tempat, zikir dilakukan baik di
Masjid ataupun langgar, sementara pada haris-hari libur diselenggarakan zikir
malam. Oleh kebanyakan orang, Abd Karim dipercaya sebagai seorang wali yang
dapat memberikan berkah tertentu (barakat) serta memiliki kekuatan diluar
kemampuan manusia (karamat). Belakangan ia lebih dikenal dengan nama Kiyai
Agung.
Di antara murid-murid H. ‘Abd
al-Karim yang termuka antara lain ; H. Sangadeli Kaloran, H. Asnawi Bendung
Lempuyang, H. Abu Bakar Pontang, H. Tubagus Isma’il Gulatjir dan H. Marzuki
Tanara. Dari semua muridnya ini yang paling terkenal adalah yang disebut paling
akhir. Dimana, sepulang dari Mekkah H. Marzuki Tanara mendirikan pondok
pesantren di tempat kelahirannya (Tanara). Di Tanara ia mengajar dari tahun
1877-1888. Dua ulama terkemuka Banten, Wasid dan Tubagus Isma’il sering
berkonsultasi kepadanya tentang masalah agama dan masalah yang ditimbulkan oleh
kolonialisme
Murid lain Syeikh Sambas
adalah Kyai Ahmad Hasbullah ibn Muhamrnad Madura. Ketika Kyai Ahmad Hasbullah
tinggal di Rejoso Jawa Timur, Khalil, putera tiri pendiri pondok pesantren
Rejoso menerima ijaza darinya. Kemudian Khalil menyerahkan kepemimpinan kepada
saudara tirinya, Romli bin Tamim dan diteruskan oleh Kiyai Musta’in Romli.
Untuk sementara Kyai Musta’in Romli mendapatkan popularitas di antara pemimpin
Nahdhatul Ulama, namun popularitasnya kemudian hilang akibat ia merubah
afiliasi politiknya dari sebelumnya mendukung PPP (ketika itu diback up NU)
kemudian mendukung Golkar.
Demikian sehingga tarekat Qadariyya
wa Naqsabandiyya dapat tersebar di Nusantara berkat murid dari Syeikh Khatib
Sambas yang mayoritas berasal dari Pulau Jawa.
Sumber : DAENG EKA PRAYUDa
2.Syekh Abdul Karim berguru kepada Syekh Ahmad Khatib
Sambas
Gerakan kebangkitan kembali (revival) yang dipimpin
Syekh Abdul Karim alias Kia Ageng memang
memperlihatkan sikap yang keras dalam soal-soal keagamaan dan bernada puritan.
Tetapi ia bukan seorang revolusioner yang radikal. Kegiatan-kegiatannya
terbatas pada tuntutan agar ketentuan-ketentuan agama, dengan tekanan khusus
kepada salat, puasa, mengeluarkan zakat dan fitrah, agar benar-benar
dilaksanakan. Dan tentu saja, zikir merupakan kegiatan yang pokok pula.
Senin, 13 Februari 1876. Haji
Abdul Karim meninggalkan Tanara. Ia terpaksa
meninggalkan Banten menuju tanah airnya yang kedua, Makkah, menyusul
pengangkatannya sebagai pemimpin Tarekat Qadiriah, menggantikan Syekh Ahmad Khatib Sambas. Ikut
bersamanya 10 anggota keluarga, enam orang pengawal, dan 30 atau 40 orang yang
menyertainya hanya sampai Batavia.
Khawatir akan kemungkinan
turunnya rakyat secara besar-besaran ke jalan, Residen Banten meminta Kiai
Abdul Karim mengubah rute perjalanannya. Rencananya singgah di beberapa tempat
di Tangerang dibatalkan; diputuskan ia akan menumpang kapal langsung ke
Batavia. Padahal banyak haji dari Tangerang dan Distrik Bogor sudah berangkat
ke Karawaci. Selain itu, satu pertemuan besar akan digelar di rumah Raden Kencana,
janda Tumenggung Karawaci dan ahli waris perkebunan swasta Kali Pasir, yang
selain oleh anggota keluarganya juga bakal dihadiri orang-orang yang dicap
pemerintah kolonial sebagai “fanatik”
dan pembangkang. Semuanya urung. Toh murid dan para pengikut Abdul Karim
berduyun-duyun bertolak dari desa-desa pantai, seperti Pasilian dan Mauk,
dengan menggunakan berbagai perahu, untuk menyatakan salam perpisahan—dan
semoga Kiai kembali.
Tak syak lagi, Haji Abdul
Karim adalah salah satu ulama yang
sangat dihormati dan paling berpengaruh di Nusantara pada penghujung
abad ke-19. Ia digelari Kiai Agung. Bahkan sebagian orang menganggapnya sebagai
Wali Allah, yang telah dianugerahi karamah. Di antara peristiwa yang
disebut-sebut sebagai petunjuk kekaramatannya, pertama, ia selamat ketika
seluruh daerah dilanda banjir air Sungai Cidurian; kedua, setelah ia dikenai hukuman denda,
residen diganti dan bupati dipensiun.
Besarnya pengaruh Kiai Abdul
Karim, juga tampak ketika ia melangsungkan pernikahan putrinya. Seluruh desa
Lampuyang, tempat tinggalnya, dihias
dengan megah. Kiai-kiai terkemuka --
termasuk dari Batavia dan Priangan --
datang di pesta yang antara lain dimeriahkan rombongan musik dari Batavia
dan berlangsung sepekan itu.
Sejak muda Abdul Karim berguru kepada Syekh Ahmad Khatib Sambas.
Pemimpin tarekat yang juga menguasai hampir semua cabang ilmu keislaman ini
dilahirkan di Sambas, Kalimantan Barat, dan bermukim di Makkah sejak perempat
kedua abad ke-19. Pengarang Fathul
‘Arifin ini – kitab pedoman praktis untuk para pengamal tarekat di Asia
Tenggara – mengajar di Masjidil Haram sampai wafatnya pada 1875. Ulama
terkemuka ini punya banyak pengikut, sehingga ajaran Qadiriah menyebar di
berbagai daerah di Nusantara, seperti Bogor, Tangerang, Solok, Sambas, Bali,
Madura, dan Banten. Kecuali di Madura, semua pengikut tersebut berada di bawah
bimbingan Haji Abdul Karim. Boleh dikatakan, Abdul Karim adalah murid Syekh
Sambas yang paling terkemuka. Tak heran, jika dia mendapat kepercayaan gurunya untuk menyebarkan ajaran Tarekat
Qadiriah.
Tugas pertama yang diemban
Haji Abdul Karim adalah menjadi guru tarekat di Singapura. Setelah beberapa
tahun, ia kembali ke desa asalnya, Lampuyang, Tanara, pada tahun 1872. Ia
mendirikan pesantren, dan karena sudah amat terkenal, dalam waktu singkat ia
sudah banyak memperoleh murid dan pengikut. Sulit diperkirakan berapa jumlah
pengikutnya. Yang pasti, dialah yang paling dominan di kalangan elite agama di
Banten kala itu.
Kurang lebih tiga tahun Kiai Abdul Karim tinggal di
Banten. Ditunjang kekayaan yang dimiliknya, ia mengunjungi berbagai daerah di
negeri ulama dan jawara itu, sambil menyebarkan ajaran tarekatnya. Selain
kalangan rakyat, ia juga berhasil meyakinkan banyak pejabat pamong praja untuk
mendukung dakwahnya. Tidak kurang dari
Bupati Serang sendiri yang
menjadi pendukungnya. Sedangkan tokoh-tokoh terkemuka lainnya, seperti Haji R.A
Prawiranegara, pensiunan patih, merupakan sahabat-sahabatnya, dan mereka amat terkesan dengan dakwahnya.
Alhasil, Kiai Abdul Karim sangat populer
dan sangat dihormati oleh rakyat; sedangkan para pejabat kolonial takut
kepadanya. Kediamannya dikunjungi Bupati Serang dan Residen Banten. Dan tentu
saja kunjungan kedua petinggi di Banten
itu membuat gengsinya semakin naik. Tidak berlebihan jika dikatakan, Kiai Abdul
Karim benar-benar orang yang paling
dihormati di Banten.
Sebelum kedatangan Kiai Agung
dengan tarekat Qadiriahnya, para kiai
bekerja tanpa ikatan satu sama lainnya. Tiap kiai menyelenggarakan
pesantrennnya sendiri dengan caranya sendiri dan bersaing satu sama lainnya.
Maka, setelah kedatangan Kiai Abdul Karim, tarekat Qadiriah bukan saja semakin
mengakar di kalangan rakyat, tapi mampu mempersatukan para kiai di Banten.
Penyebaran tarekat ini diperkuat oleh kedatangan Haji Marjuki, murid Haji Abdul
Karim yang paling setia, dari Makkah.
Kiai Abdul Karim memang orang
kaya. Dan kekayaan itu memungkinkannya menjelajahi berbagai daerah di Banten.
Dalam kunjungan-kunjungan itu dia tak henti-henti berseru kepada rakyat supaya
memperbarui kehidupan agama mereka dengan jalan lebih taat beribadah. Ia
menjelaskan bahwa aqidah (keyakinan) dan ibadah (praktek agama) harus terus
dimurnikan. Abdul Karim memfokuskan zikir sebagai tema keangkitan kembali
kehidupan agama (revival). Maka zikir diselenggarakan di mana-mana,
menggelorakan semangat keagamaan rakyat. Dan Berkat kedudukannya yang luar
biasa, khotbah-khotbah Kiai Abdul Karim
mempunyai pengaruh yang besar terhadap penduduk.
Dalam waktu singkat, setelah
Haji Abdul Karim memulai kunjungannya dari satu tempat ketempat lain, daerah
Banten diwarnai kehidupan keagamaan yang luar biasa aktifnya. Pengaruh dari meluasnya kegiatan
keagamaan ini adalah bangkitnya semangat
di kalangan umat dalam menentang penguasa asing. Kebetulan pada waktu itu sudah
berkembang rasa ketidakpuasaan rakyat kepada pemerintah kolonial akibat tindakan
politik dan ekonomi mereka yang merugikan rakyat. Dalam situasi demikian, para
ulama secara bertahap membangunkan
semangat rakyat untuk melawan pemerintah kolonial Belanda. Ketidakpuasan
itu kemudian memuncak sedemikian rupa sehingga beberapa ulama merencanakan
waktu untuk memberontak terhadap Belanda. Kiai Abdul Karim sendiri menganggap
bahwa pemberontakan belum tiba saatnya karena rakyat belum siap.
Haji-haji Berjiwa
Pemberontak
Seperti diungkapkan sejarawan Sartono Kartodirdjo,
gerakan kebangkitan kembali yang dipimpin Kiai Abdul Karim memang
memperlihatkan sikap yang keras dalam soal-soal keagamaan dan bernada puritan.
Tetapi ia bukan seorang revolusioner yang radikal. Kegiatan-kegiatannya
terbatas pada tuntutan agar ketentuan-ketentuan agama, dengan tekanan khusus
kepada salat, puasa, mengeluarkan zakat dan fitrah, agar benar-benar
dilaksanakan. Dan tentu saja, zikir merupakan kegiatan yang pokok pula. Setelah
Haji Abdul Karim meninggalkan Banten, menurut Sartono, gerakan itu berpaling
dari semata-semata sebagai gerakan kebangkitan kembali. Semangat yang sangat
anti asing mulai merembesi gerakan tarekat yang telah ditumbuhsuburkan Kiai
Abdul Karim. Dan pada akhirnya haji-haji dan guru-guru tarekat yang berjiwa
pemberontak menempatkan ajaran tarekat sepenuhnya di bawah tujuan politik.
Syekh Abdul Karim disebut
sebagai salah satu di antara tiga kiai utama yang memegang peranan penting
dalam pemberontakan rakyat Banten di Cilegon pada tahun 1888. Dua tokoh kunci
lainnya adalah KH Wasid dan KH Tubagus Ismail. Sebelum bertolak ke Makkah,
sekali lagi ia berkeliling Banten. Di tempat-tempat yang dikunjunginya, ia
berseru kepada rakyat agar berpegang teguh pada ajaran agama, dan menjauhkan
diri dari perbuatan mungkar. Ia memilih beberapa ulama terkemuka untuk
memperhatikan kesejahteraan tarekat qadiriah. Ia juga pamit kepada para pamong
praja terkemuka, dan berpesan kepada mereka untuk menyokong perjuangan para
ulama dalam membangun kembali kehidupan
keagamaan, dan agar selalu minta nasihat kepada mereka mengenai soal-soal
keagamaan.
Menjelang keberangkatannya,
kepada murid-murid dekatnya Syekh Abdul Karim mengatakan bahwa dia tidak akan
kembali lagi ke Banten selama daerah ini masih dalam genggaman kekuasaan asing.
Dia memang tidak terlibat secara langsung pemberontakan yang meletus 12 tahun
setelah keberangkatannya ke Tanah Suci itu. Tapi dialah yang menjadi perata
jalan bagi murid-murid dan pengikutnya untuk melakukan jihad atau perang suci.
Di antara murid-muridnya yang terkemuka, yang mempunyai peranan penting dalam
pemberontakan Banten, antara lain Haji
Sangadeli dari Kaloran, Haji Asnawi dari Bendung Lampuyang, Haji Abu Bakar dari
Pontang, Haji Tubagus Ismail dari Gulacir, dan Haji Marjuki dari Tanara. Mereka
juga dikenal sebagai pribadi-pribadi yang punya karisma.
Kepergian Abdul Karim ke
Makkah, ternayata tidak menyurutkan pengaruhnya di Banten. Popularitasnya
bahkan meningkat. Rakyat selah dilanda rindu dan ingin bertemu dengannya.
Sementara para muridnya sendiri sudah tidak sabar menantikan seruannya untuk
berontak.
Snouck Hurgronje, yang menghadiri pengajiannya di Makkah
pada 1884-1885, menceritakan:
“Setiap malam beratus-ratus orang yang mencari pahala
berduyun-duyun ke tempat tinggalnya, untuk belajar zikir dari dia, untuk
mencium tangannya, dan untuk menayakan apakah saatnya sudah hampir tiba, dan berapa lagi pemerintahan
kafir masih akan berkuasa.”
Tetapi Syekh Abdul Karim tidak
memberikan jawaban pasti. Dia selalu memberikan jawaban-jawaban yang samar
tentang soal-soal yang sangat penting seperti mengenai pemulihan kesultanan
atau saat dimulainya jihad. Dia hanya
mengisyaratkan bahwa waktunya belum tiba
untuk melancarkan perang sabil.***
Dilema Guru, Dilema Murid
Pada 1883 murid Syekh Abdul Karim, Kiai Haji Tubagus
Ismail, kembali dari Makkah, mendirikan
pesantren dan mendirikan cabang tarekat Qadiriah di kampung halamannya,
Gulacir. Bangsawan yang ingin menghidupkan kembali kesultanan Banten ini juga
dianggap sebagai wali – ia tidak mencukur rambutnya seperti umumnya para haji,
dan dalam setiap jamuan hampir tidak pernah makan apa-apa. Ditambah bahwa ia
juga cucu Tubagus Urip, yang sudah dikenal sebagai wali, maka dalam waktu
singkat KH Tubagus Ismail sudah punya banyak pengikut , dan kepemimpinannya
semakin diakui di Banten. Menyadari dirinya mulai menarik perhatian umum, ia
pun segera melancarkan propaganda untuk melawan penguasa kafir. Banyak ulama
yang mendukungnya seperti Haji Wasid dari Beji, Haji Iskak dari Saneja, Haji
Usman dari Tunggak, selain kiai-kiai seperguruannya seperti Haji Abu Bakar,
Haji Sangadeli dan Haji Asnawi. Untuk mengkonkretkan rencana pemberontakan,
rapat pertama diadakan pada tahun 1884 di kediaman Haji Wasid.
Pada Maret 1887 Haji Marjuki,
yang sering pulang pergi Banten-Makkah, tiba di Tanara. Murid kesayangan dan
wakil Haji Abdul Karim ini juga sahabat dekat Haji Tubagus Ismail. Menurut
dugaan para pendudukung pemberontakan, kedatangan Haji Marjuki itu adalah atas
permintaan sahabatnya itu. Haji Marjuki segera melakukan kunjungan-kunjungan ke
daerah-daerah di Banten, Tangerang, Batavia, dan Bogor untuk mendakwahkan
gagasan tentang jihad. Propagandanya
cepat diterima umum, karena ia bertindak atas nama Haji Abdul Karim.
Dilaporkan, setelah berbagai kunjungannya itu, masjid-masjid dipenuhi
orang-orang yang beribadah, jamaah pada hari-hari Jum’at meningkat tajam. Dalam
berdakwah di luar Banten, Haji Marjuki dibantu oleh Haji Wasid, yang juga
sangat berhasil meyakinkan para kiai di daerah Jawa Barat. Dikatakann, kedua
haji ini sesungguhnya merupakan jiwa
gerakan jihad di Banten. Bahkan pejabat-pejabat tertentu di Banten, seperti
residen, menganggap bahwa Haji Marjuki bertanggung jawab sepenuhnya atas
pemberontakan itu.
Tetapi, menjelang
pemberontakan meletus, Haji Marjuki
segera berangkat ke Makkah bersama istri dan anaknya. Sebelum berangkat ia
sempat memberkati pakaian putih yang akan dikenakan para pemberontak di masjid
kediamannya di Tanara. Rupanya ia tidak sependapat dengan kiai lainnya,
khususnya Haji Wasid, yang akan memulai pemberontakan pada bulan Juli. Kepada
mereka ia menjelaskan bahwa pemberontakan itu terlalu dini, dan ia meninggalkan
Banten sebelum pemberontakan pecah. Dan jika pemberontakan itu berhasil, ia
akan mengundang Syekh Abdul Karim dan Syekh Nawawi untuk datang ke Banten dan
ikut serta dalam perang sabil.
Di Makkah Haji Marjuki melanjutkan pekerjaan lamanya,
yatu mengajar nahwu, sharaf, dan fikih. Muridnya tergolong banyak. Ia juga
tidak pernah menyembunyikan sikap politiknya. Ia misalnya mengecam
pemberontakan yang dipimpin Haji Wasid yang dinilainya terlalu pagi dan
menimbulkan korban yang sia-sia. Menurutnya, agar berhasil, pemberontakan harus
pecah di seluruh Nusantara, selain bahwa pemberontak harus punya cukup uang dan
senjata. Karena pendapatnya itu, terjadilah perselisihan yang sulit didamaikan
dengan Haji Wasid dan kawan-kawan. Dan kepada mereka ia mengatakan bahwa tangan kananya yang berpuru tidak memungkinnya aktif dalam perjuangan. Andaikan dia tetap di Banten, ia
pasti akan menghadapi dilema: dibunuh oleh seradu-serdadu Belanda atau tidak
berbuat apa-apa dan menghadapi risiko tindakan pembalasan Haji Wasid. Maka
hanya satu alternatif – pergi ke Makkah. Lagi pula istri dan anak-anaknya masih
ada di sana. Apakah alasana-alasan itu merupakan dalih yang dibuat-buat untuk
meninggalkan medan pertempuran menjelang saat meletusnya pemberontakan, dan
merupakan bukti bahwa pada saat-saat terakhir Haji Marjuki hanya mementingkan
keselamatannya sendiri? .
Kedudukan pribadi yang sulit seperti itu, sebenarnya
pernah dialami beberapa tahun sebelumnya oleh guru Haji Marjuki sendiri, Syekh
Abdul Karim. Hanya saja sang guru tampaknya lebih “beruntung” karena keburu
dipanggil untuk menggantikan kedudukan Syekh Sambas. Bukankah Haji Abdul Karim dulu, ketika masih di Banten, berpendapat bahwa rakyat sebenarnya belum siap untuk mengadakan pemberontakan?
Bahkan, di tahun-tahun ketika murid-muridnya tidak sabar menungu “fatwa” untuk
mulai berjihad, dia tidak pernah memberikan kepastian waktu. Sementara itu, sebagai kiai agung dan pengaruh, ia dituntut
untuk merestui dan secara tidak langsung memimpin pemberontakan. Jadi, apakah
sang murid kesayangan sebenarnya hanya mengikuti pendapat gurunya, Syekh Abdul
Karim? Wallahu a’lam.
Yang pasti, setelah pemeberontakan dipadamkan, pemerintah
kolonial terus memburu orang-orang yang terlibat atau mereka yang diduga
terlibat dalam terlibat. Ada yang dihukum mati dengan cara digantung di
Alun-alun Cilegon, diasingkan, dipenjara, dan, yang laing ringan, dikenai hukuman
kerja paksa. Beberapa pemimpin pemberontak berhasil meloloskan diri, dan
di antaranya ada yang lari ke Makkah. Dan meskipun diburu sampai Tanah Suci,
pemerintah tidak bisa menjangkau mereka. Sementara itu, Kiai Abdul Karim dan
Haji Marjuki terus dimata-matai.
Sekarang, jejak Syekh Abdul Karim kita temukan dalam pelbagai kumpulan tarekat.
Organisasi-organisasi tarekat di Tanah
Air, terutama Jawa (di
pesantren-pesantren Cilongok, Tangerang, Pagentongan, Bogor, Suralaya, Tasikmalaya,
Mranggen, Semarang, Bejosa dan Tebuireng, keduanya di Jombang), yang paling
berpengruh dan memiliki puluhan ribu pengikut, menyambungkan silsilah mereka ke
Syekh Abdul Karim.*** sumber: A. Suryana
Sudradjat.